Senin, 08 September 2014

GATT Sebagai Organisasi Ekonomi Internasional




THE GENERAL AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) SEBAGAI ORGANISASI EKONOMI INTERNASIONAL

Oleh : Budi Harman, SH.
 
BAB I

PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang.
The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) atau (Persetujuan Umum Mengenai Tarif Perdagangan) adalah suatu perjanjian internasional yang sejarah lahirnya bertepatan dari sejarah lahirnya ITO (Internasional Trade Organization). Tujuannya antara lain sebagai forum yang membahas dan mengatur masalah perdagangan dan ketenagakerjaan internasional. GATT sendiri merupakan bagian dari perjanjian internasional di bidang perdagangan internasional yang mengikat lebih dari 120 negara. Keseluruhan negara memainkan peranan sekitar 90 persen dari produk dunia.
Tujuan dari persetujuan ini adalah untuk menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta suatu iklim perdagangan internasional, serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan yang berkelanjutan di dalam penanaman modal, lapangan kerja dan penciptaan iklim perdagangan yang sehat. Dengan tujuan demikian, sistem perdagangan yang diupayakan GATT adalah sistem yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di seluruh dunia.[1]
Dasar pemikiran penyusunan GATT adalah kesepakatan yang memuat hasil-hasil negosiasi tarif dan klausul-klausul perlindungan (protektif) guna mengatur komitmen tarif. GATT karenanya dirancang sebagai suatu persetujuan tambahan yang posisinya dibawah piagam ITO. Tetapi tidak dirancang sebagai organisasi internasional. Menyadari piagam ITO tidak diratifikasi oleh negara pelaku utama perekonomian dunia, negara-negara mengambil inisiatif untuk memberlakukan GATT melalui “Protocol of Provisional Appliacation” (PPA) yang ditandatangani oleh 22 negara anggota asli GATT pada akhir tahun 1947. sejak itulah GATT kemudian diberlakukan dan perjalanan sejarah menunjukkan GATT bahkan berubah menjadi organisasi internasional.
GATT menyelenggarakan putaran-putaran perundingan untuk membahas isu-isu perdagangan dunia. Sejak berdiri tahun 1947, GATT telah menyelenggarakan 8 (delapan) putaran putaran terakhir di Uruguay Round berlangsung dari 1986 – 1994 yang dimulai dari kota Jenewa, Swiss.[2]
Oleh karena merupakan organisasi internasional. GATT membentuk struktur kelembagaan yang ditetapkan dalam konferensi-konferensinya. Yaitu, membentuk Sekretariat (di Jenewa, Swiss), Sekretariat Eksklusif (yang kemudian diganti menjadi Direktur Jenderal), Komisi dan Consultative group yang semua berfungsi melaksanakan dan membahas masalah – masalah yang timbul dalam perundingan konferensi GATT.[3]
Tujuan utama GATT dapat dilihat pada Preambulenya. Pada pokoknya ada empat tujuan yang hendak dicapai GATT, yaitu :
1.    Meningkatkan taraf hidup manusia;
2.    Meningkatkan kesempatan kerja;
3.    Meningkatkan Pemanfaatan kekayaan alam dunia; dan
4.    Meningkatkan produksi dan tukar – menukar barang.
Dalam mencapai tujuan, GATT memiliki 3 (tiga) fungsi utama; pertama, sebagai suatu perangkat ketentuan-ketentuan aturan Multilateral yang mengatur tindak tanduk perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan perangkat ketentuan perdagangan (The rules of the road for trade). Kedua, sebagai suatu forum atau wadah perundingan-perundingan perdagangan. Disini diupayakan agar praktek perdagangan dapat dibebaskan dari rintangan – rintangan yang menganggu liberalisasi perdagangan. Dan aturan atau prkatek perdagangan yang demikian menjadi jelas, baik melalui pembukaan pasar nasional atau melalui penegakan dan penyebarluasan pemberlakuan peraturannya. Ketiga, GATT adalah sebagai pengadilan internasional dimana para anggotanya menyelesaikan sengketa dagangnya dengan anggota – anggota GATT lainnya.

B.     Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan masalah tentang Bagaimana terbentuknya GATT itu Sendiri, sehingga menjadi sebuah Organisasi Perdagangan Internasional ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.        Sejarah GATT.
GATT dibentuk sebagai wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral disamping Bank Dunia dan IMF. Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang khusus ini pada waktu masyarakat internasional menemui kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya praktek proteksionalisme yang berlangsung pada tahun 1930 – an yang sangat memukul perekonomian dunia.
Negara-negara yang pertama kali bergabung menjadi anggota adalah 23 (dua puluh tiga) negara. Negara-negara ini membuat dan merancang piagam organisasi perdagangan internasional (International Trade Organization) yang pada waktu direncanakan sebagai suatu badan khusus PBB. Dimana, isi piagam tersebut memuat aturan-aturan dalam perdagangan dunia, ketenagakerjaan, praktek–praktek restriktif (pembatasan perdagangan), penanaman modal internasional dan jasa.
Pertemuan penting diselenggarakan di Jenewa, Swiss dari bulan April sampai November 1947. membuat rancangan piagam ITO. Perundingan–perundingan bilateral berlangsung antara negara–negara komisi antara lain: Brazil, Ceylon, Pakistan dan Rhodesia Selatan. Kemudian pertemuan penting di Havana pada tanggal 21 November 1947 – 24 Maret 1948) bertambah menjadi 66 (enam puluh enam) negara bergabung untuk membahas piagam ITO. Pertemuan berhasil mengesahkan piagam Havana. Namun, pertengahan tahun 1950, negara–negara peserta menemui kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat, pelaku utama dalam perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan meratifikasi piagam tersebut. Sejak itu pulalah ITO secara efektif tidak berfungsi sama sekali. Sehingga GATT juga tidak berlaku.
Para perunding GATT mengeluarkan perjanjian internasional baru, yaitu The Protocol of Provisional Application. Sejak dikeluarkan protokol ini GATT tetap berlaku. Pada tahun 1954 – 1955, teks GATT mengalami perubahan penting yang terjadi pertama, dikeluarkannya Protokol yang mengubah bagian 1 dan pasal XXIX dan XXX dan Protokol yang mengubah Preambule dan bagian 2 dan 3. Pada tahun 1965, GATT mendapat tambahan bagian baru, yaitu bagian ke empat. Bagian ini berlaku secara de facto tanggal 8 Februari 1965 dan mulai berlaku efektif tanggal 27 Juni 1965. Bagian ini khusus mengatur kepentingan perluasan ekspor negara–negara kurang maju (pasal XXXVI – XXXVIII).[4]

B.        Keanggotaan GATT.
Negara anggota GATT adalah anggota WTO. Perlu dikemukan disini bahwa istilah anggota pada GATT bukan “member”, tetapi “Contracting Party”. Hal ini merupakan konsekuensi dari status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah berdirinya, “organisasi”.[5]
Cara menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXXIII GATT. Cara pertama, berlangsung dengan proses pengujian dan perundingan yang panjang oleh Dewan GATT pada saat menerima permohonan aksesi. Badan ini membuat putusan suatu kelompok kerja (working party) yang bertugas menganalisa kebijakan perdagangan dan kemungkinan kebijakan perdagangan negara pemohon di masa datang. Hasil dari perundingan tersebut dilaporkan oleh kelompok kerja kepada Dewan. Persyaratan-persyaratan yang disahkan Dewan kemudian menjadi bahan pemungutan suara yang mana 2/3 dari semua anggota harus menyetujuinya. Pada tahap ini negara baru tersebut dapat menanda tangani protokolnya dan untuk diratifikasi oleh perundang-undangan nasionalnya.
Cara kedua lebih sederhana menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXVI, yaitu terhadap negara–negara yang menjadi negara merdeka dari penjajahan dan yang telah menunjukkan kemandiriannya dalam melaksanakan hubungan–hubungan komersial eksternalnya (luar negerinya).[6]

C.        Perjanjian Akhir Putaran Uruguay GATT.
Putaran Uruguay adalah putaran yang paling kompleks dari 7 putaran yang ada sebelumnya yang dilaksanakan oleh 108 negara, yang bukan saja merundingkan masalah-masalah tradisional seperti market access saja, akan tetapi lebih luas dan juga membahas hal-hal baru dalam perdagangan sebagai akibat majunya perdagangan dan perkembangan ekonomi yang cepat.
Ada 15 masalah yang dirundingkan, dan dari 15 masalah tersebut telah dihasilkan sebanyak 28 persetujuan yang disepakati dalam putaran Uruguay, sebagaimana melaksanakan komitmen yang telah disepakati dalam putaran Tokyo tahun 1979, terutama kesepakatan mengenai non tariff barier[7]. Selanjutnya, diadakan pertemuan tingkat menteri Contracting Parties GATT di Punta del Este, Uruguay pada tanggal 20 September 1986 untuk meluncurkan putaran perundingan perdagangan multi lateral. Dari putaran ini terbentuk struktur perundingan, terdiri dari tiga badan utama: (i) the Trade Negotiation Committee (TNC) yang bertujuan untuk mengawasi seluruh jalannya putaran perundingan; (ii) the Group of Negotiation on Goods (GNG), yang bertujuan untuk mengawasi semua subyek pembahasan kecuali jasa; (iii) the Group of Negotiation of Service (GNS), yang bertujuan untuk mengawasi perundingan di bidang jasa.[8]
Ada empat tujuan utama yang hendak dicapai dalam putaran Uruguay ini:
a.    Menciptakan perdagangan bebas yang akan memberi keuntungan bagi semua negara khususnya negara berkembang, memberi peluang bagi produk ekspor dalam memasuki pasar melalui penurunan dan penghapusan tarif, pembatasan kuantitatif, dan ganjalan-ganjalan tindakan non tarif lainnya;
b.    Meningkatkan peranan GATT dan memperbaiki sistem perdagangan multilateral berdasarkan Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan GATT yang efektif dan dapat dipaksakan;
c.    Meningkatkan ketanggapan sistem GATT terhadap perkembangan situasi perekonomian dengan mempelancar penyesesuaian struktural, mempererat hubungan GATT dengan organisasi-organisasi internasional yang relevan mengingat prospek perdagangan di masa yang akan datang, termasuk tumbuhnya produk-produk teknologi tinggi;
d.    Mengembangkan suatu bentuk kerjasama pada tingkat nasional dan internasional untuk mempererat hubungan antara kebijaksanaan perdagangan dengan kebijaksanaan ekonomi guna memperbaiki sistem moneter internasional, arus aliran keuangan dan sumber-sumber investasi ke negara sedang berkembang.
Pada waktu putaran Uruguay diluncurkan tahun1986, dan direncanakan rampung tahun 1991, Arthur Dunkel seorang arsitek dari perjanjian GATT Direkrtur Jenderal GATT, jauh-jauh hari sudah mengantisipasi masalah-masalah hukum yang timbul. Insiatif ini berwujud dengan dikeluarkannya rancangan Akhir Perjanjian Putaran Uruguay tahun 1991. baru pada bulan Desember 1993 rancangan ini menjadi Perjanjian Akhir.

D.       Bentuk Perdagangan GATT
GATT selalu megupayakan terciptanya perdagangan bebas dunia yang didasarkan pada ketentuan–ketentuan yang disepakati bersama. Latar belakangnya dari suatu konsep keunggulan komparatif. Maksudnya, bahwa negara menjadi makmur melalui konsentrasi terhadap produk apa yang bsia diproduksi oleh negara tersebut dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya itu, maka produk tersebut harus dapat menembus bukan saja pasar dalam negeri tetapi juga pasar dunia.
Namun demikian, keberhasilan perdagangan tersebut bersifat tidak langgeng. Kompetisi dalam produk tertentu dapat berdiri antara satu negara dengan negara lain, perusahaan satu dengan perusahaan lain, ketika terjadi perubahan di pasar terkait atau terciptanya teknologi baru yang membuat satu produk menjadi lebih murah harganya dan lebih baik kualitasnya.
Kebijakan perdagangan seperti proteksi impor atau subsidi dari pemerintah hanya akan membuat suatu perusahaan menjadi tidak efektif, dan produk-produknya menjadi tidak menarik. Hal ini, pada akhirnya, akan berakibat pada ditutupnya perusahaan tersebut, meskipun ada proteksi dan subsidi yang diberikan kepada perusahaan itu. Secara keseluruhan, apabila pemerintah terkait melaksanakan kebijakan perdagangan demikian maka pasar luar negeri dan ekonomi dunia akan menyusut.

E.        Prinsip-Prinsip GATT.
Untuk mencapai tujuan-tujuannya, GATT berpedoman pada lima prinsip utama, yaitu[9]:
a.    Prinsip Most Favoured-Nation.
Prinsip ini merupakan kebijakan yang menyatakan bahwa perdagangan dilaksanakan atas dasar non-diskriminatif. Semua anggota terikat untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap negara-negara lain dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta hal-hal yang menyangkut biaya-biaya lainnya.
Pendek kata, semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijakan perdagangan. Namun demikian, prinsip ini mendapat pengecualian, khususnya dalam kepentingan negara yang sedang berkembang, seperti pemberian preferensi-preferensi tarif dari negara-negara maju kepada produk impor dari negara sedang berkembang atau negara-negara miskin dengan pemberian fasilitas sistem preferensi umum (Generalised System of Preferences).
b.    Prinsip National Treatment.
Produk dari satu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara lainnya harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri, baik dari segi pajak ataupun dari segi  pungutan-pungutan lainnya. Ia berlaku pula terhadap pengaturan perundang-undangan yang mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi, atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri.
c.    Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif.
Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun, misalnya penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan, pembayaran produk-produk impor atau ekspor, pada umumnya dilarang sesuai dengan pasal IX GATT. Hal ini disebabkan karena praktek demikian bisa mengganggu praktek perdagangan normal.
d.    Prinsip Perlindungan melalui Tarif.
Pada prinsipnya, GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif (menaikkan tingkat tarif bea masuk) dan tidak melakukan upaya-upaya perdagangan lainnya (non tariff commercial measures).
e.    Prinsip Resiprositas.
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT.  Prinsip ini tampak pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang didasarkan kepada timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.

F.         Penyelesaian Sengketa menurut GATT.
Ketentuan GATT mengenai penyelesaian sengketa ini, pertama-tama menekankan pada pentingnya konsultasi yang dilakukan di antara para pihak yang bersengketa. Konsultasi tersebut bisa berupa perundingan informal maupun formal seperti melalui saluran diplomatik.
Ada dua alternatif yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan. Pertama, si termohon menerima dilakukannya perdamaian, maka para pihak menyelesaikan sengketanya dalam keadaan damai, dan dalam waktu  60 hari sejak permohonan berkonsultasi diterima oleh pihak lainnya dikeluarkan putusan perdamaian tersebut. Alternatif ke-dua, apabila si termohon menolak permohonan perdamaian yang diajukan, maka pemohon dapat memohonkan suatu panel atau badan pekerja (working party) pada pengadilan GATT, untuk menyelesaikan sengketanya.
Pembentukan panel ini dianggap sebagai upaya terakhir suatu penyelesaian sengketa dalam GATT. Namun demikian, ketentuan GATT masih mengizinkan para pihak untku bersepakat mencari alternatif penyelesaian lainnya yang masih memungkinkan, yaitu jasa baik, konsiliasi, dan mediasi. Ketiga bentuk alternatif itu pada pokoknya bersifat sama, yaitu mengundang pihak ke-tiga yang netral untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Dalam kasus pisang antara masyarakat eropa (ME) melawan negara-negara Amerika Latin, mereka menggunakan saluran jasa baik untuk menyelesaikan sengketa tersebut. ME dan negara-negara Amerika Latin sepakat meminta Direktur Jendral GATT untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Perkembangan lain yang lahir dari hasil perjanjian dibolehkan upaya hukum banding, yaitu lembaga yang akan menerima keberatan salah satu pihak dalam sengketa dan dibentuk panel yang terdiri dari 7 orang. Mereka bertugas selama 4 tahun. Setiap kali ada permohonan banding maka 3 orang anggota akan menanganinya. Mereka adalah orang-orang yang diakui otoritasnya, ahli dalam hukum perdagangan internasional dan masalah-masalah GATT. Mereka adalah orang-orang privat atau swasta, yang tidak terikat oleh tugas atau hubungan kerja apapun dengan pemerintahnya atau pemerintah tertentu.
Proses pemeriksaan banding tidak boleh lebih dari 60 hari sejak para pihak memberi tahukan secara formal keinginannya untuk banding. Hasil pemeriksaan dilaporkan dan disahkan oleh Badan Pemeriksa Sengketa (BPS).


BAB III
PENUTUP

Tampaknya, dengan luasnya perubahan dan penambahan ketentuan baru dalam GATT, perjanjian ini akan berdampak sangat luas terhadap perkembangan hukum perdagangan internasional. Masalahnya sekarang adalah bagaimana para pelaku kebijakan perdagangan dalam negeri memanfaatkan peluang-peluang hukum yang diberikan oleh perjanjian GATT itu untuk memajukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Agar peluang  itu dapat efektif, pemahaman terhadap  isi perjanjian setebal 550 halaman itu merupakan sine qua  non. Sesuatu yang mau tidak mau harus dilakukan. Dengan adanya perubahan yang sangat besar dalam hukum perdagangan global demikian itu, maka upaya mengidentifikasi langkah-langkah implementasi perjanjian GATT dan Penyesesuaian  produk – produk hukum nasional terhadapnya harus segera dilaksanakan.


Daftar Pustaka

Agus Brotosusilo, Analisis Dampak Yuridis Ratifikasi Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, Makalah, Jakarta, 1995.
Alfonso Samosir, Sistem Restrukturisasi Hubungan GATT dengan Blok-blok Perdagangan, Makalah, Bandung, 1993.
Bambang Kesowo, Pokok-pokok Catatan Mengenai Persetujuan TRIPs, Makalah, Jakarta, 1995.
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional. Cetakan Ketiga, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2002.
Huala Adolf dan A, Chandrawlan. Masalah-masalah Hukum Perdagangan Internasional, Rajagrafindo Persada,Jakarta, 1995.
Ida Bagus Wiyasa Putra, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000.
Narsif. Diktat Hukum Ekonomi Internasional, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 2006.
Sudargo Gautama, Masalah-masalah, Perjanjian, Hukum Perdata Internasional, Alumni, Bandung, 1986.



[1] Bambang Kesowo, Pokok-pokok Catatan Mengenai Perstujuan TRIPs, Makalah, Jakarta, 1995, hlm. 3.
[2] Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional. Cetakan Ketiga, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 104-105.
[3] Narsif,  Diktat Hukum Ekonomi Internasional, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 2005, hlm. 96.
[4] Ida Bagus Wiyasa Putra, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000, hlm. 74-76.
[5] John H. Jackson, dalam Haula Adolf, Op. Cit., hlm. 108.
[6] Huala Adolf dan Chandra Wulan. A, Masalah-masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 95-97.
[7] Alfonso Samosir, Sistem Restrukturisasi, Hubungan GATT dengan Blok-blok Perdagangan, Makalah Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, 1993, hlm. 13.
[8]  Ibid
[9] Agus Broto Susilo, Analisis Dampak Yuridis Ratifikasi Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, Makahal, Jakarta, 1995, hlm. 4-7.

Bank Sebagai Lembaga Keuangan




BANK SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN

Oleh : Budi Harman, SH.
 
B A B  I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan system pembayaran suatu Negara, bahkan pada era globalisasi sekarang ini, Bank juga telah menjadi bagian dari system keuangan dan system pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter Negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat. Oleh karena itu, eksistensinya bukan saja harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global.[1]
Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan alam yang terbaik, yang sebenarnya memiliki potensi untuk menjadi Negara maju. Tapi sayangnya banyak hambatan-hambatan yang menghalangi kemajuan tersebut. Salah satunya hambatan tersebut adalah kondisi perekonomian dan keuangan yang saat ini menjadi masalah yang sangat serius. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan bantuan dana.
Hal tersebut tercermin pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 yang mengatur mengenai Perbankan. Menurut Pasal 1 poin (1 dan 2) Undang-undang  No 10 Tahun 1998, Yang dimaksud dengan Perbankan dan Bank adalah:
1. “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.[2]

2.   “Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”[3]

Sebagaimana pengertian tersebut diatas, yang pada intinya perbankan merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, sehingga dari pengertian di atas dapat terlihat sekilas mengenai peranan perbankan yang diharapkan dapat memajukan perekonomian Indonesia.
Kegiatan bank umum sebagai pelaksana lalu lintas perbankan secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
a.       Menghimpun dana (funding)
Kegiatan ini merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan membeli dana biasanya dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan (rekening / account) Contoh simpanan : Giro (Demand Deposit), Tabungan (Saving Deposit), Deposito (Time Deposit).
b.      Menyalurkan dana (leanding)
Kegiatan ini merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari  masyarakat. Penyaluran dana dilakukan bank melalui pemberian pinjaman (kredit)
c.       Memberikan Jasa-jasa lainnya (service)
Jasa bank merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan dalam menghimpun dan menyalurkan dana. Bahkan saat ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit. Semakin banyak jasa-jasa yang diberikan oleh suatu bank maka akan semakin baik, terlebih lagi jika didukung dengan adanya kecanggihan teknologi.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan yang akan penulis bahas pada makalah ini, adalah Kenapa Bank dikatakan sebagai lembaga keuangan ?


C.     Tujuan penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membarikan pemahaman kepada pembaca tentang bank sebagai lembaga keuangan

D.  Manfaat  Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah disamping untuk memperlus pengetahuan dibidang ilmu hukum Khususnya di Bidang Hukum Perbankan juga untuk memberikan sumbangan pemikiran dan memperbanyak literatur dalam ilmu hukum bisnis khususnya mengenai Hukum Perbankan.


B A B  II
TINJAUAN PUSTAKA

1.      Tinjauan Umum Tentang Perbankan
Pengertian bank menurut Undang-Undang Pokok Perbankan No.10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut: Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[4]
Menurut O.P Simorangkir bahwa : “Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran bank berupa uang giral”.[5]
Sebagai lembaga keuangan, bank memiliki usaha pokok berupa menghimpun dana yang (sementara) tak dipergunakan untuk kemudian menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat untuk jangka waktu tertentu. Fungsi untuk mencari dan selanjutnya menghimpun dana dalam bentuk simpanan (deposito) turut mempengaruhi pertumbuhan suatu bank, sebab volume dana yang berhasil dihimpun atau disimpan tentunya akan menentukan pula volume dana yang dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk penanaman dana yang menghasilkan.
Undang-undang No.10/1998 pasal 1 ayat 5  yang memberikan pengertian simpanan pada bank adalah sebagai berikut: “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”.[6]
Uang tunai yang dimiliki ataupun dikuasai bank tidaklah berasal dan uang milik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari uang orang lain, pihak lain yang “dititipkan” pada bank dan sewaktu-waktu atau pada saat tertentu akan diambilnya baik sekaligus maupun berangsur-angsur.
2.      Tinjauan Umum tentang Bank Indonesia
Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia, yang merupakan Lembaga Negara yang Independen bebas dari campur tangan pemerintah yang bertujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang akan dicapai melalui pelaksanaan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain, dan kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, peran dan tugas utama Bank Indonesia difokuskan pada tiga sub sistem perekonomian yang terdiri atas moneter, perbankan, dan pembayaran. Pelaksanaan tiga bidang tugas tersebut akan sangat menentukan keberhasilan Bank Indonesia mencapai tujuan utamanya yaitu mempertahankan dan memelihara stabilitas nilai rupiah. [7]
Fungsi Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan moneter:
a)      Lender of Last Resort
Dalam hal ini, Bank Indonesia hanya membantu dengan kriteria mengalami mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit dan risiko pembiayaan. berdasarkan prinsip syariah, risiko kredit atau risiko pasar. Bank Indonesia memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistematis dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan.
Formula seperti itu penting diungkapkan secara terbuka agar publik mempunyai kesempatan menilai kondisi suatu bank sebelum dikategorikan insolvent, bangkrut, mengalami mismatch atau ada indikasi moral hazard dijajaran pengurus atau pemiliknya. Di samping itu juga untuk menepis berkembangnya isu atau desas-desus tidak jelas yang tidak menguntungkan upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat, transparan dan kompetitif. Selain itu, juga untuk menagkal penilaian subjektif seperti ketakutan yang tidak proporsional Transaparansi Bank Indonesia akan dinilai dari akuntabilitas yang terukur dalam menerapkan formula atau mengkategorikan lembaga keuangan yang patut memperoleh fasilitas pertolongan darurat. hanya atas dasar alih penutupan atau pencabutan izin suatu bank akan membawa risiko sistematik berupa domino effect yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan yang menjadi runtuh.
b)      Pengendalian Moneter
Bank Indonesia dalam hal dalam menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah, dimana dalam menetapkannya pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang cadangan wajib minimum, pengaturan kredit atau pembiayaan. 9
Fungsi Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Bank Indonesia memiliki wewenang untuk melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran melaporkan kegiatannya serta menetapkan penggunaan alat pembayaran.[8]
Kewajiban menyampaikan laporan secara berkala dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Sedangkan, penetapan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi pengguna, termasuk membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehati-hatian.
3.      Kewenangan Bank Indonesia Dalam Perbankan Di Indonesia
Krisis ekonomi pada 1997 menyebabkan banyak pihak mempertanyakan mengenai sejauh mana Bank Indonesia telah melaksanakan tiga fungsi utamanya secara maksimal. Jawaban atas pertanyaan tersebut berkaitan dengan aspek-aspek internal Bank Indonesia yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan ketiga fungsi Bank Indonesia.
Aspek-aspek internal tersebut terdiri dari kemampuan Bank Indonesia sebagai lembaga kepekaan Bank Indonesia terhadap permasalahan lingkungan, serta daya antisipatif Bank Indonesia dalam menghadapi situasi yang akan datang.
Sesuai dengan status independen, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengakibatkan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.[9]
a.   Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengendalian Moneter
Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan susunan operasional, yaitu uang primer (base money) dan selanjutnya untuk mengamati perkembangan indicator-indikator yang memberikan tekanan pada harga dan nilai tukar rupiah.
Kebijakan pengendalian moneter dimaksudkan untuk memberikan kepercayaan kepada perbankan dan sektor swasta untuk mengatur dirinya sendiri dalam memaksimalkan dan mengefisienkan sumber-sumber pendanaan masyarakat pada sektor-sektor yang memerlukan bantuan kredit perbankan. Demikian pula dalam mengelola cadangan devisa negara yang dikuasainya, Bank Indonesia berwenang menyelenggarakan berbagai jenis transaksi devisa (menjual, membeli, dan/ atau menempatkan devisa, emas, dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman) serta dapat menerima pinjaman luar negeri.
b.   Kewenangan Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan teknis berkaitan dengan kegiatan kliring antar bank. Tetapi sebenarnya sistem pembayaran setidaknya terdiri dari lima sub sistem yang berada di dalamnya.
Wewenang Bank Indonesia dalam kelancaran sistem pembayaran adalah : 13
a.       Melaksanakan dan memberikan persetujuan dari izin atas penyelenggaraan jasa sistem perbankan.
b.      Menetapkan penggunaan alat pembayaran.
c.       Mengatur sistem kliring antar bank, baik dalam mata uang rupiah maupun asing.
d.      Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.
e.       Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yanng sah.
f.        Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama.
c. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengawasan Bank
Dalam membina bank, Bank Indonesia memberikan petunjuk-petunjuk cara umum ataupun secara individual dalam menyelenggarakan manajemen yang baik.
Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian, yang akan memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, yang antara lain memuat :[10]
a.       Perizinan bank;
b.      Kelembagaan bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan;
c.       Kegiatan usaha bank pada umumnya;
d.      Kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah;
e.       Merger, konsolidasi, dan akuisisi bank;
f.        Sistem informasi antar bank;
g.       Tata cara pengawasan bank;
h.       Sistem pelaporan bank kepada Bank Indonesia;
i.         Penyehatan perbankan;
j.        Pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum bank;
k.      Lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.
B A B  III
PEMBAHASAN
Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai kegiatan yang secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Menghimpun dana (funding)
Kegiatan ini merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan membeli dana biasanya dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan (rekening / account)
Contoh simpanan : Giro (Demand Deposit), Tabungan (Saving Deposit), Deposito (Time Deposit).
b. Menyalurkan dana (leanding)
Kegiatan ini merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Penyaluran dana dilakukan bank melalui pemberian pinjaman (kredit)
c.  Memberikan Jasa-jasa lainnya (service)
Jasa bank merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan dalam menghimpun dan menyalurkan dana. Bahkan saat ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit. Semakin banyak jasa-jasa yang diberikan oleh suatu bank maka akan semakin baik, terlebih lagi jika didukung dengan adanya kecanggihan teknologi.
Sumber dana yang dikumpulkan oleh suatu bank mempunyai sifat loanable funds, unloanable funds, dan equity funds. Dimana loanable funds dimaksudkan dana tersebut dapat disalurkan lagi dalam bentuk kredit atau surat berharga (secondary reserve), sementara itu yang unloanable funds adalah dana yang hanbisa digunakan sebagai primary reserve. Sedangkan Equity Funds merupakan dana yang dapat dialokasikan terhadap aktiva tetap.
Bicara tentang sumber dana, terdapat tiga sumber dana bagi bank, yaitu :
1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri (dana Intern)
Sumber dana ini merupakan sumber dana dari modal sendiri,Modal sendiri maksudnya adalah modal setoran dari pemegang saham. Apabila saham belum habis terjual, sedangkan kebutuhan dana masih perlu, maka pencarn dengan menjual saham kepada pemegang saham lama. Akan tetapi jika tujuan perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan dapat mengeluarkan saham baru tersebut di pasar modal. Disamping itu pihak perbankan dapat pula menggunakan cadangan-cadangan laba yang belum digunakan.
Secara garis besar pencarian dana sendiri diperoleh dari :
-   Setoran modal Pemegang Saham
Yaitu setoran yang dimasukkan oleh para Pemegang Saham sebagai sumber keuangan lembaga perbankan
-   Cadangan bank (laba tahun lalu)
Yaitu cadangan-cadangan laba pada tahun sebelumnya yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya. Cadangan itu sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
-   Laba bank yang belum dibagikan (modal sementara)
Yaitu laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu
Keuntungan sumber dana sendiri adalah tidak perlu membayar bunga yang relative lebih besar daripada jika meminjam ke lembaga lain.
2. Dana yang berasal dari masyarakat luas (dana ekstern)
Sumber dana dari masyarakat luas merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasi dari sumber ini. Pencarian dana dari sumber ini relative paling mudah jika dibandingkan dengan sumber dana lainnya, dan pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan, asal dapat memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya, sumber dana ini tidak sulit untuk diperoleh.
Adapun sumber dana yang berasal dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam bentuk:
-         Giro
Menurut Pasal 1 (6) Undang-Undang Nomor  10 Tahun 1998, Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lain, atau dengan pemindahbukuan
Rekening giro, adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menerbitkan cek untuk penariakan tunai atau bilyet giro untuk pemindahbukuan, sedangkan cek atau bilyet giro ini oleh pemiliknya dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
Cek, merupakan perintah tak bersyarat kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu pada saat penyerahannya atas badan rekening penarik cek. Bilyet giro, pada dasarnya merupakan perintah kepada bank untuk memindah bukukan sejumlah tertentu uang atas beban rekening penarik pada tanggal tertentu kepada pihak yang tertentu dalam bilyet giro tersebut dan bilyet giro dapat dibatalakan secara sepihak oleh penarik dan disertai dengan alasan pembatalan. Sedangkan Jasa giro, merupakan suatu imbalan yang diberikan oleh bank kepada giran atas sejumlah saldo gironya yang mengendap di bank.
-         Tabungan
Sebagaimana Ketentuan Pasal 1 (9) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998  Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Macam-macam Tabungan :
1. Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional)
Yaitu tabungan yang tidak terkait dengan untuk jangka waktu dan penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, sebanyak dua kali dalam sebulan dalam keadaan memaksa, Tabanas terdiri dari:
a.       Tabanas umum
Tabungan yang berlaku bagi perseorangan yang dilakukan secara sendiri oleh penabung yang bersangkutan.
b.      Tapelpram (Tabungan Pelajar, Pemuda, Pramuka)
Tabanas Khusus yang dilakukan secara kolektif melalui organisasi pemuda, sekolah, dan satuan pramuka.

2.  Taska (Tabungan Asuransi Berjangka)
            Yaitu tabungan yang berhubungan erat dengan asuransi jiwa dan jaminan bagi si penabung serta penyetornya dilakukan setiap bulan.
3.   Tabungan ONH (ongkos naik haji)
Setoran ongkos naik haji atas nama calon jamaah haji yang bersangkutan dimana besarnya ongkos naik haji dan setoran-setoran dimuka berdasarkan peraturan-peraturan yang ditetapkan setiap bulannya.
4.   Tabungan lainnya
            Tabungan yang dilaksanakan oleh masing-masing bank dengan ketentuan yang dibuat oleh bank Indonesia.
           
Adapun manfaat masyarakat menyimpan sebagian dananya di bank adalah sebagai berikut:
a.       Merupakan sarana penyimpanan uang yang aman dari tindak perampokan, pencurian, dan bencana alam.
b.      Penarikan dibank dapat dilakukan setiap saat selama saldonya mencukupi
c.       Sebagai cadangan dan bekal dimasa yang akan datang
d.      Untuk mendapatkan keuntungan dari bunga yang ditawarkan oleh pihak bank, dengan menyimpan uangnya di bank maka masyaratkat mengharapkan adanya imbalan dari jasa tabungan tersebut, imbalan tersebut dapat berupa bunga tabungan atau adanya undian berhadiah yang diselenggarakan oleh pihak bank.
            Sedangkan tujuan dari tabungan adalah :
a.       Untuk memupuk kekayaan, dengan menyimpan uangnya berarti masyarakat menimbun kekayaan di bank. Penyimpanan uang ini dimaksudkan untuk mempermudah pertukaran atau transaksi disaat sekarang atau dimasa yang akan datang
b.      Untuk menghadapi kemungkinan yang tidak terduga sebelumnya atau berjaga-jaga .
c.       Untuk menghindari resiko kebutuhan akan uang yang mendadak

-         Deposito
Pengertian Deposito menurut pasal 1 (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998  Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank”
Menurut Thomas Suyatno Deposito adalah Simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu menurut perjanjian pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan.[11]
Deposito (time deposits) atau simpanan berjangka pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga pada bank yang bersangkutan. Jangka waktu tertentu misalnya 1, 3, 6, 12 bulan. Untuk simpanan uang bentuk ini biasanya bank membayar bunga yang umumnya lebih tinggi dibandingkan jenis simpanan lain kepada pemilik uang karena bank merasa dapat menggunakan uang tersebut dalam usahanya tanpa khawatir setiap saat akan diambil pemiliknya. Dengan adanya jangka waktu tertentu sehingga dana itu mengendap di bank, maka bank mempunyai waktu yang cukup lama untuk menggunakan dana deposito guna pemberian kredit atau investasi lain jangka pendek yang menghasilkan. Kepastian dana tersebut dapat dipergunakan oleh bank adalah karena ada jangka waktu tertentu yang menyakinkan bahwa dana itu tidak akan ditarik kecuali jatuh tempo.
3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya.
Dana ini merupakan dana tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pertama dan kedua. Biasanya dana ini relatif lebih mahal dan siftnya
hanya sementara waktu. Peroleh dana ini antara lain :
-        Kredit Likuiditas Bank Indonesia,
KLBI merupakan Kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia untuk membiayai kredit-kredit program pemerintah yang disalurkan untuk membiayai proyek-proyek yang menyentuh langsung kepada kredit usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah, seperti kredit usaha tani, kredit kepemilikan rumah sederhana, kredit kepada koperasi.[12]
-        Pinjaman Antar Bank (call money),
Yaitu Pinjaman yang diberikan suatu bank kepada bank lain yang terjadi karena bank peminjam kekurangan likuiditas, sedangkan bank pemberi pinjaman kelebihan likuiditas, biasanya dilakukan bank jika mengalami kalah kliring. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relative tinggi.[13]
-        Pinjaman dari bank-bank luar negeri
Merupakan pinjaman oleh Perbankan kepada pihak-pihak Luar negeri
-        Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
Yaitu surat utang yang diterbitkan oleh badan usaha swasta, pemerintah, dan agen pemerintahan, umumnya berjangka waktu maksimum satu tahun, Surat utang yang demikian merupakan investasi yang yang sangat likuid contohnya sertifikat Bank Indonesia, surat berharga pasar uang, surat berharga komersial, termasuk didalamnya surat utang jangka pendek, akseptasi bank, surat berharga komersial, surat berharga jangka pendek pemerintah daerah yang bebas pajak, dan sertifikat deposito bank yang dapat dijual. [14]
Beberapa faktor yang mempengaruhi sumber dana dalam sistem perbankan menurut Dahlan siamat dalam bukunya “Manajemen lembaga keuangan” adalah :[15]
  1. Kepercayaan masyarakat pada suatu bank dipengaruhi oleh kinerja, posisi kapabilitas, integritas, dan kredibilitas.
  2. Ekspektasi perkiraan pendapatan yang akan diterima oleh penabung dibandingkan alternatif investasi lainnya dengan tingkat resiko yang sama.
  3. Keamanan dana nasabah lebih terjamin
  4. Ketepatan waktu pengambilan simpanan nasabah harus selalu tepat waktu.
  5. Pelayanan yang lebih cepat dan fleksibel
  6. Pengelolaan dana bank yang hati-hati
             

B A B   I V
PENUTUP

I.    Kesimpulan
Bahwa Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai usaha menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat. Dalam usahanya tersebut bank diawasi oleh sebuah Bank Central yang dikenal dengan Bank Indonesia.
II.   Saran
      Bahwa pemerintah dan bank Indonesia sebaiknya terus menelaah, mengobservasi perputaran dan pengelolaan dana perbankan, agar mencapai tujuan kesejahteraan rakyat, perlu terus adanya upaya-upaya dan pelayanan dari lembaga perbankan sebagai lembaga keuangan yang paling banyak dipergunakan si Indonesia. 

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Andian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Muhammad Abdul Kadir & Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.
O.P. Simorangkir, Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1986.
O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000.
Thomas Suyatmo, dkk, Kelembagaan Perbankan, Gramedia, Jakarta, 1989
PERUNDANG - UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

SUMBER LAINNYA
Abdurrahmanwahid.blogspot.com/
www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/
http://ukiehary.wordpress.com/
Rikaarditasariblogs.blogspot.com/


[1]  Andian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 1.
[2]   Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
[3]   Ibid
[4]    Ibid.
[5]   O.P. Simorangkir, Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 92
[6]  O.P. Simorangkir, O. P,  Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1986.
[7]  Muhammad Abdul Kadir & Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 38.
[8]   O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, hlm. 23.
[9]   Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 172.
[10]   Penjelasan Pasal 25 ayat (2) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia
[11]    Thomas Suyatmo, dkk, Kelembagaan Perbankan, Gramedia, Jakarta, 1989, hal 36
[12]   www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/
[13]  Ibid
[14]  Ibid
[15]  http://ukiehary.wordpress.com/